Wednesday, May 15, 2013

There's No Case Without Evidence


“Audit Forensik dibutuhkan dalam mendukung Criminal Justice System untuk menyajikan fakta-fakta dan mengidentifikasi perbuatan melawan hukum beserta pelakunya, pihak yang diuntungkan, dan nilai kerugian keuangan yang terjadi,” diungkapkan  Kepala Kepolisian Daerah Lampung, Brigjen Polisi Drs.Heru Winarko, S.H. dalam seminar  “Audit Forensik: Peran dan Urgensinya dalam Mengidentifikasi dan Mengungkap Fraud” Selasa (9/4) di hotel Emersia, Bandar Lampung.


     Senada dengan hal tersebut, Kajati Lampung, Ajimbar, S.H., M.H., menyatakan bahwa suatu Fraud(Tindak Pidana Korupsi) dapat diungkapkan dengan dua metode yaitu Audit Investigatif dan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara. Lebih lanjut Ajimbar mengungkapkan BPKP sebagai salah satu instansi pemerintah yang berwenang untuk menyatakan adanya suatu tindak pidana korupsi dan menghitung kerugian keuangan Negara sesuai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
   Selain itu, Ajimbar mengungkapkan bahwa Audit Forensik atau Fraud Audit diperlukan untuk membuktikan adanya tindak pidana korupsi sesuai prinsip “without evidence, there is no case” atau tidak ada kasus tanpa didukung dengan bukti yang memadai.
   Pembicara lain, Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi, Profesor Dr. Eddy Mulyadi Soepardi,  mengungkapkan bahwa peran Auditor Forensik tidak terbatas pada upaya represif saja, tetapi juga harus secara komprehensif melalui tiga pendekatan yaitu fraud prevention, fraud detection, danfraud investigation. “Dengan melakukan pencegahan seharusnya penindakan-penindakan perkara korupsi semakin berkurang dari waktu ke waktu,” ungkap Prof. Eddy.
   “Delapan puluh persen penugasan Deputi Investigasi didominasi kasus pengadaan barang/jasa pemerintah,” menurut Prof. Eddy. Lebih lanjut Prof. Eddy mengungkapkan bahwa kerugian keuangan Negara yang timbul dari pengadaan barang/jasa dilakukan melalui tiga cara yaitu mark upharga, kualitas barang yang tidak sesuai spesifikasi, dan kekurangan dalam kuantitas barang/jasa yang dibeli/dibangun. Di sinilah BPKP berperan sebagai ahli dalam bidang keuangan Negara dan auditor forensik. “Pasal 120 ayat (1) KUHAP (UU/1981) menyebutkan dalam hal penyidik menganggap perlu, dia dapat meminta pendapat orang ahli yang memiliki keahlian khusus. Pasal ini yang menjadi dasar bagi Kejaksaan bekerja sama dengan BPKP,” tambah Prof. Eddy.
   Sementara itu, Kabid Investigasi Perwakilan BPKP Provinsi Lampung, Piping Effrianto, S.E., M.Si, CFrA, merinci lima belas langkah jenis dan risiko kecurangan dalam pengadaan barang/jasa yang dimulai dari perencanaaan pengadaan,pembentukan panitia, penetapan system, hingga penyerahan barang/jasa dan pembayaran pekerjaan. Dalam kesempatan itu beliau juga menjelaskan antara hubungan antara bukti audit dengan alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
   Seminar sehari tersebut diikuti oleh kurang lebih 100 peserta yang terdiri dari Anggota IAI Wilayah Lampung, Pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah, dan mahasiswa. Sesi pertama dengan moderator Mia Selvina, Reporter Radar TV Lampung, sedangkan sesi kedua dipimpin oleh Agus Zahron, S.E., M.Si., Akt., Wakil Ketua IAI Wilayah Lampung. Seminar dibuka oleh Gubernur Lampung yang dalam hal ini diwakili oleh Asisten Bidang Administrasi Umum dan Sekretrariat Daerah Lampung, Drs. Adeham, M.Pd.