Wednesday, May 15, 2013

Munas Pembentukan AAFI


Lembaga Sertifikasi Profesi Auditor Forensik (LSPAF) yang pendiriannya diprakarsai  oleh BPKP, Polri dan Kejaksaan Agung, tengah menyiapkan sebuah wadah untuk berhimpun para auditor forensik di Indonesia di bawah payung Asosiasi Auditor Forensik Indonesia (AAFI) sebagai pelaksanaan dari amanah anggaran dasar lembaga  LSPAF.

Pembentukan asosiasi itu dirumuskan melalui musyawarah nasional tanggal 11 – 12 April 2013 di Aula Gandhi, Gedung BPKP Pusat, Jl. Pramuka no.33 Jakarta sekaligus menyusun penyempurnaan AD/ART serta Kode Etik dan Standar Profesi.

Munas pertama ini diikuti sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah, BPK RI, Kepolisian, KPK, dan Kejaksaan Agung. Sebagai narasumber adalah Jampidsus Kejaksaan Agung RI Andi D Nirwanto, Kabareskrim Polri Komjenpol Sutarman dan Direktur Penuntutan KPK Ranu Wiharja dengan keynote speech Kepala BPKP Mardiasmo. Jumlah peserta musyawarah lebih kurang 150 orang, diantaranya Inspektur Kementerian/Lembaga dan anggota pemegang sertifikat Auditor Forensik (CFrA).

Dalam pidato pembukaan munas, Kepala BPKP Mardiasmo sebagai dewan pengarah menyampaikan bahwa setidaknya ada tiga peran atau tanggung jawab strategis yang harus dilaksanakan oleh AAFI, ketiganya adalah: peran atau tanggung jawab terhadap negara; peran atau tanggung jawab terhadap masyarakat; dan peran atau tanggung jawab terhadap profesi.

LSPAF diresmikan 15 Juli 2011 kemudian memperoleh lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi pada 15 Mei 2012.  Sejak memperoleh legalisasi tersebut, LSPAF melakukan kegiatan sertifikasi auditor forensik dan memberikan sertifikasi kompetensi auditor forensik kepada 130 auditor. Musyawarah nasional itu dimaksudkan untuk membentuk AAFI sebagai wadah menghimpun potensi auditor forensik bersertifikat. Sekaligus, menyusun kepengurusan organisasi.

Beberapa materi yang mengemuka tentang dunia auditor forensik akan dibahas tuntas dalam musyawarah itu. Antara lain, tentang kebutuhan tenaga ahli di bidang akutansi forensik yang kompeten dan profesional hingga dapat mengungkap kasus-kasus kecurangan dalam pengelolaan keuangan negara. Musyawarah juga membahas tentang upaya peningkatan jumlah auditor forensik bersertifikat yang memiliki kompetensi dan profesional di lingkungan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). Terutama, yang bertugas di inspektorat jenderal kementerian dan lembaga pemerintah hingga ke jenjang provinsi, kabupaten dan pemerintah kota hingga benar-benar mampu menangani kasus-kasus yang berindikasi tindak pidana di bidang keuangan negara.

Auditor forensik dengan pengetahuan dan pengalamannya, diharapkan dapat mengembangkan intuisi sebagai seorang auditor. Sehingga dapat mendeteksi secara dini terjadinya kecurangan. Kemudian membangun sistem yang handal dalam upaya mencegah terjadi kecurangan. Musyawarah juga membahas lebih mendalam tentang peran auditor forensik dalam mendukung aparat penegak hukum  dalam proses pengungkapan kasus tindak pidana khususnya di bidang keuangan, baik pada tahap penyelidikan maupun penyidikan, serta bersinergi dalam mengantisipasi permasalahan yang menjadi perhatian masyarakat (current issues).

Melalui musyawarah nasional ini, diharapkan dapat menghasilkan sebuah asosiasi  auditor forensik yang memiliki norma dan standar profesi yang universal untuk dapat berpartisipasi aktif mendukung pemberantasan tindak pidana khususnya dibidang keuangan, pendeteksian dan pencegahan terjadinya kecurangan (fraud) secara profesional dan independen.

Munas ini telah memilih Gatot Darmasto sebagai Ketua AAFI dengan mengungguli beberapa kandidat ketua seperti Agus Sukaton, Sunraizal, Sunarto, dan Rukhiyat. Lalu Munas dilanjutkan dengan sidang komisi-komisi yang terdiri dari 4 komisi, yaitu: komisi Standar Profesi, komisi Etika Profesi, komisi AD/ART, dan komisi Organisasi.
(Humas BPKP Pusat / Harjum, Hartadi, Idiya)(d)

There's No Case Without Evidence


“Audit Forensik dibutuhkan dalam mendukung Criminal Justice System untuk menyajikan fakta-fakta dan mengidentifikasi perbuatan melawan hukum beserta pelakunya, pihak yang diuntungkan, dan nilai kerugian keuangan yang terjadi,” diungkapkan  Kepala Kepolisian Daerah Lampung, Brigjen Polisi Drs.Heru Winarko, S.H. dalam seminar  “Audit Forensik: Peran dan Urgensinya dalam Mengidentifikasi dan Mengungkap Fraud” Selasa (9/4) di hotel Emersia, Bandar Lampung.


     Senada dengan hal tersebut, Kajati Lampung, Ajimbar, S.H., M.H., menyatakan bahwa suatu Fraud(Tindak Pidana Korupsi) dapat diungkapkan dengan dua metode yaitu Audit Investigatif dan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara. Lebih lanjut Ajimbar mengungkapkan BPKP sebagai salah satu instansi pemerintah yang berwenang untuk menyatakan adanya suatu tindak pidana korupsi dan menghitung kerugian keuangan Negara sesuai Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
   Selain itu, Ajimbar mengungkapkan bahwa Audit Forensik atau Fraud Audit diperlukan untuk membuktikan adanya tindak pidana korupsi sesuai prinsip “without evidence, there is no case” atau tidak ada kasus tanpa didukung dengan bukti yang memadai.
   Pembicara lain, Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi, Profesor Dr. Eddy Mulyadi Soepardi,  mengungkapkan bahwa peran Auditor Forensik tidak terbatas pada upaya represif saja, tetapi juga harus secara komprehensif melalui tiga pendekatan yaitu fraud prevention, fraud detection, danfraud investigation. “Dengan melakukan pencegahan seharusnya penindakan-penindakan perkara korupsi semakin berkurang dari waktu ke waktu,” ungkap Prof. Eddy.
   “Delapan puluh persen penugasan Deputi Investigasi didominasi kasus pengadaan barang/jasa pemerintah,” menurut Prof. Eddy. Lebih lanjut Prof. Eddy mengungkapkan bahwa kerugian keuangan Negara yang timbul dari pengadaan barang/jasa dilakukan melalui tiga cara yaitu mark upharga, kualitas barang yang tidak sesuai spesifikasi, dan kekurangan dalam kuantitas barang/jasa yang dibeli/dibangun. Di sinilah BPKP berperan sebagai ahli dalam bidang keuangan Negara dan auditor forensik. “Pasal 120 ayat (1) KUHAP (UU/1981) menyebutkan dalam hal penyidik menganggap perlu, dia dapat meminta pendapat orang ahli yang memiliki keahlian khusus. Pasal ini yang menjadi dasar bagi Kejaksaan bekerja sama dengan BPKP,” tambah Prof. Eddy.
   Sementara itu, Kabid Investigasi Perwakilan BPKP Provinsi Lampung, Piping Effrianto, S.E., M.Si, CFrA, merinci lima belas langkah jenis dan risiko kecurangan dalam pengadaan barang/jasa yang dimulai dari perencanaaan pengadaan,pembentukan panitia, penetapan system, hingga penyerahan barang/jasa dan pembayaran pekerjaan. Dalam kesempatan itu beliau juga menjelaskan antara hubungan antara bukti audit dengan alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
   Seminar sehari tersebut diikuti oleh kurang lebih 100 peserta yang terdiri dari Anggota IAI Wilayah Lampung, Pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah, dan mahasiswa. Sesi pertama dengan moderator Mia Selvina, Reporter Radar TV Lampung, sedangkan sesi kedua dipimpin oleh Agus Zahron, S.E., M.Si., Akt., Wakil Ketua IAI Wilayah Lampung. Seminar dibuka oleh Gubernur Lampung yang dalam hal ini diwakili oleh Asisten Bidang Administrasi Umum dan Sekretrariat Daerah Lampung, Drs. Adeham, M.Pd. 

Kepengurusan Asosiasi Auditor Forensik Dikukuhkan


Pengurus Asosiasi Auditor Forensik Indonesia (AAFI) yang baru dilantik, diharapkan dapat membawa AAFI menjadi organisasi yang profesional dalam pemberantasan korupsi.


Kepala BPKP yang bertindak juga sebagai Dewan Penasihat AAFI, Mardiasmo mengukuhkan kepengurusan AAFI Pusat periode tahun 2014-2016 saat acara Munas AAFI di Aula Gandhi, Kantor BPKP Pusat Jakarta (12/4/2013).

Dikukuhkan sebagai Ketua AAFI Pusat yaitu Gatot Darmasto, Sekretaris Jenderal, Arman Sahri Harahap, dan Bendahara Umum, Sri Penny Ratnasari. Di samping itu, pengukuhan juga dilakukan terhadap Ketua/Koordinator Bidang AAFI yang terdiri dari Bidang Standar dan Etik, Organisasi dan Kerja Sama Antar Lembaga, Pelayanan Profesi, serta Hukum dan Hubungan Masyarakat.

Sebagai Dewan Penasihat, Kepala BPKP, Mardiasmo memberikan empat poin penting yang wajib diperhatikan oleh pengurus AAFI yang baru dilantik. Pertama, pengurus diharapkan dapat amanah dan bekerja sebaik-baiknya dengan mengedepankan profesionalisme. Kedua, pengurus diharapkan dapat membawa AAFI menjadi organisasi yang profesional, terpercaya, tangguh, dan handal dalam upaya pemberantasan korupsi. Ketiga, selalu menjalin komunikasi yang baik dengan aparat penegak hukum. Keempat, dapat melakukan edukasi kepada masyarakat dalam upaya pencegahan korupsi.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala BPKP berharap agar anggota AAFI terus bertambah. “Target sementara saat ini sebanyak 50 orang auditor BPKP dapat bersertifikat auditor forensik dan bergabung ke dalam AAFI, ke depannya unsur Kejaksaan dan Kepolisian diharapkan dapat turut serta ,” ungkap Kepala BPKP. Di samping itu, Kepala BPKP juga menghimbau kepada internal BPKP terutama para Kepala Perwakilan, Kepala Bidang Investigasi, dan auditor yang mempunyai jiwa investigator untuk dapat memperoleh sertifikat auditor forensik dan bergabung ke dalam AAFI.

Kepala BPKP juga menginginkan organisasi AAFI tidak hanya di pusat saja melainkan ada sub asosiasinya di setiap provinsi. Anggota sub asosiasi dapat berasal dari Perwakilan BPKP, Kejati, Polda, Kejari, dan Polres. “Adanya sub asosiasi diharapkan dapat lebih memperkuat AAFI dan mendukung upaya pemberantasan korupsi di daerah, “ungkap Mardiasmo.
(Humas BPKP Pusat)(d).